Upaya menerapkan birokrasi reformasi yang merupakan bagian dari agenda gerakan reformasi yang tahun ini telah berusia 14 tahun,hingga kini belum juga dapat terealisasi.kendala utama yang dihadapi dalam upaya mereformasi birokrasi justru datang dari intervensi kepentingan politik. Hal ini terungkap dalam seminar Reformasi Birokrasi yang berlangsung Sabtu, 25 Mei di gedung Pascasarjana UNM Makassar.
Dalam seminar yang menampilkan wakil menteri (wamen) Pembedayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Prof.Eko Prasodjo, anggota dewan Pertimbangan Presiden (watimpres), Prof.Ryas Rasyid serta guru besar Pemerintahan Universitas Diponegoro, Prof. Y Warella dan Prof. Poltak Sinambella dipaparkan berbagai upaya pemerintah dalam mereformasi tataran birokrasi selama 14 tahun berlangsungnya reformasi.
Hingga saat ini, kata Eko Prasodjo, berbagai desain reformasi di bidang birokrasi yang dirancang pemerintah khususnya di kementerian PAN-RB dalam dalam tataran implementasi selalu terhambat oleh intervensi politik.
"Harus ada komitmen politik yang jelas untuk menjalankan reformasi birokrasi, bila kita ingin itu berjalan dengan baik. Karena hingga saat ini, profesionalisme birokrat di level manapun, masih selalu dibayangi oleh kepentingan dan kebijakan politik yang berkuasa" ujar Eko.
Sementara anggota Watimpres Ryas Rasyid mengungkapkan, ada tiga faktor yang akan menunjang keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi yaitu, adanya netralitas politik dari birokrat, netralitas kebijakan serta netralitas administrasi.
"Netralitas politik, diartikan bahwa harus ada perangkat UU yang menjamin birokrat tidak dapat diintevensi oleh para pejabat politik. Yang kedua netralitas kebijakan, bermakna bahwa kebijakan birokrasi harus bersifat adil dan non diskriminatif menyentuh segala lapisan rakyat di seluruh wilayah Indonesia,sedangkan yang ketiga netralitas administrasi diartikan bahwa harus ada tertib administrasi untuk mewujudkan perbaikan birokrasi" kata Ryas.
Mantan menteri Otonomi Daerah era Gus dur ini lebih lanjut menyatakan, bila reformasi birokrasi dapat berjalan kemungkinan terjadinya korupsi dan kerugian negara akan dapat dieleminir dengan membangun sikap mental birokrat.
"Ini juga sangat ditentukan oleh reformasi moral dari birokrat itu sendiri, segala desain reformasi maupun road map 2010 - 2014 dan cetak biru reformasi birokrasi bisa berjalan bila sikap moral birokratnya juga bisa kita perbaiki" Ujar Ryas.(*